la5cdBVcJFaCKClaZd870wvmwrwziXBkFqlQB4ZQ
Bookmark

Kaidah-kaidah ushul fiqih dan penerapannya

Kaidah-kaidah ushul fiqih dan penerapannya

Kaidah-kaidah Ushul Fiqih Dan Penerapannya

Dalam Ushul Fiqih terdapat banyak kaidah, diantaranya sebagai berikut :

Semua ibadah ritual adalah batil, kecuali yang memiliki dasar dalam syariat.


Kaidahnya:
الأصل في العبادات البطلان حتى يقوم دليل على الأمر
Asal dari ibadah adalah batil, sampai tegaknya dalil yang memerintahkannya”
Kaidah ini membimbing kita untuk tidak merekayasa dan mengarang amalan ibadah ritual (mahdhah) tertentu yang tidak dikenal dalam sumber-sumber pokok syariat Islam. Sebab hal itu menjadi sia-sia, bahkan dapat membawa pelakunya pada sebuah dosa.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak kami kami perintahkan dalam agama kami maka itu tertolak.” (HR. Bukhari)

Contoh Penerapan Kaidah Ini:

Ada seorang atau sekelompok orang yang mengadakan ritual shalat tahajud secara khusus pada malam tertentu saja, dan tidak pada malam lainnya. Lalu ritual tersebut dilakukan terus menerus dan menjadi adat baru. 

Maka, menurut kaidah ini, pengkhususan ritual ini adalah batil karena telah membuat cara baru dalam tahajud. Cara pengkhususan tersebut tidak pernah ada dalam Al Quran, As Sunnah, perilaku sahabat, tabi’in, dan imam empat madzhab ahlus sunnah. Sebab, ibadah tahajud adalah ibadah mutlak yang dapat dilakukan pada malam apa saja, bukan pada malam tertentu saja. Maka, dari sudut pandang  waktu (Az Zaman), tidak dibenarkan melakukan ibadah pada waktu-waktu khusus dengan keyakinan tertentu pula, yang tidak ada contohnya dalam sumber-sumber syariat.

Segala sesuatu urusan dunia dan muamalah adalah sah dan mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkan dan membatalkannya

Kaidahnya berbunyi:
والأصل في العقود والمعاملات الصحة حتى يقوم دليل على البطلان والتحريم
Hukum asal dalam berbagai perjanjian dan muamalat adalah sah sampai adanya dalil yang menunjukkan kebatilan dan keharamannya.
Dalil kaidah ini adalah:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah (2): 29)

Contoh Penerapan Kaidah Ini:

Seseorang memakan hewan yang memang sama sekali tidak ada dalil yang menyatakannya haram. Dan, tidak ada juga korelasi apa pun yang menyebabkannya masuk dalam kategori hewan yang diharamkan. Hewan itu pun tidak membahayakan bagi kesehatan, bukan hewan yang dilarang untuk dibunuh, bukan hewan buas bercakar dan bertaring, bukan hewan yang mengganggu dan menakutkan manusia. Maka, hewan tersebut tetap halal dikonsumsi walau hewan tersebut secara penampilan ‘tidak enak’ dilihat.

Nilai dari perbuatan tergantung maksud-maksudnya

Kaidahnya:
الأمور بمقاصدها
Berbagai pekara/urusan/perbuatan dinilai sesuai maksud-maksudnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada penampilan kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat pada hati dan perbuatan kalian.” (HR. Muslim )

Contoh Penerapan Kaidah Ini:

Ada seorang kafir bersyahadat, tetapi dia melakukannya karena tuntutan skenario dalam sebuah drama, bukan karena kesadaran untuk mengucapkannya dan masuk Islam. Maka, kalimat syahadatnya itu sama sekali tidak berpengaruh apa-apa bagi aqidahnya.

Niat dan tujuan yang baik tidak merubah sarana yang haram, kecuali memiliki dalil

Kaidahnya:
الغاية لا تبرر الوسيلة إلا بدليل
Tujuan (yang baik) tidaklah membuat baik sarana (yang haram) kecuali dengan adanya dalil
Tujuan dan niat yang mulia tidak boleh dijalankan dengan sarana yang haram, dan sarana haram itu tetap haram walau dipakai untuk niat dan tujuan yang baik.
Dalilnya:
وَلا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah kamu mencampurkan antara haq dan batil, dan kamu menyembunyikan yang hak itu padahal kamu tahu. (QS. Al Baqarah (2): 42)

Contoh Penerapan Kaidah Ini:

Seseorang ikut bermain judi dengan niat silaturrahim dan mendakwahi   bandar judi, lalu jika memang uangnya akan dipakai untuk sedekah. Silaturrahim, berdakwah, dan sedekah adalah amal shalih bernilai tinggi, namun jika semua dilakukan memakai sarana yang haram yaitu ikut berjudi bersama manusia yang ingin didakwahi. Maka, berjudi tetaplah haram walau memiliki niat untuk mendakwahi mereka.

Apa saja yang mengantarkan kepada keharaman maka itu haram juga

Kaidahnya berbunyi:
وما أدى إلى الحرام فهو حرام
Apa saja yang dapat terlaksananya perbuatan haram, maka itu juga haram.
Jadi, perbuatan apa pun yang dapat mengantarkan pelakunya kepada perkara haram, maka perbuatan tersebut menjadi haram juga.
Dalil kaidah ini adalah firman-Nya Ta’ala:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
Dan janganlah kamu dekati zina karena itu adalah perbuatan keji dan sejelek-jeleknya jalan. (QS. Al Isra (17): 32)

Contoh penerapan kaidah ini:

Seorang laki-laki yang hendak ke pasar atau mall, bertujuan untuk “cuci mata” melihat aurat wanita. Maka, perjalanan  ke tempat-tempat ini yang pada dasarnya adalah boleh-boleh saja, akan menjadi terlarang untuk dilakukan sebab itu menjadi jalan bagi orang tersebut mewujudkan keinginannya melihat yang haram-haram.
Posting Komentar

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan sopan dan sesuai dengan topik pembahasan